-
By:
- admin
- No comment
Bagaimana Perhutanan Sosial dapat Mengurangi Keluaran Emisi?
Masyarakat adalah penjaga hutan terbaik dan hutan topis yang terjaga adalah penyimpan stok karbon terbaik. Namun bagaimana dapat menjaga hutan jika akses kelola tertutup bagi masyarakat?.
Ada ketimpangan serius dari alokasi pemanfaatan hutan yang 97% dinikmati oleh korporasi atau pengusaha dan hanya 3% dikuasai oleh masyarakat. Keterbatasan ini kemudian berimbas pada buruknya tata kelola kehutanan yang pada gilirannya memperbesar potensi bencana dalam sektor kehutanan.
Kejadian kebakaran hutan dan bencana asap yang kerap berulang menyertai fenomena iklim ekstrim El Nino merupakan contooh akibat yang harus ditanggung dengan penuh keterpaksaan bersama-sama. Akibat dari kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut, Indonesia harus menerima predikat sebagai negara pengemisi karbon. Kebakaran tidak hanya soal ekosistem namun juga soal orang yang tinggal disana. pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hutan perlu ditingkatkan, utamanya untuk mengembangkan penghidupan dan sumber penghasilan bagi masyarakat di sekitar hutan. Ini adalah bentuk insentif bagi upaya masyarakat untuk menjaga hutan.
Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa transaksi lahan ilegal oleh aktor-aktor tertentu dapat dan memang terjadi dalam lahan konsesi maupun lahan hutan negara. Transformasi hutan menjadi lahan perkebunan memberikan manfaat besar bagi aktor tertentu. Hal inilah yang dicoba untuk diatasi melalui inisiatif perhutanan sosial berupa PIAPS dan AKPS.
Dengan akses pada areal kelola masyarakat yang terbuka dan dapat ditelusuri, kelestarian hutan Indonesia dapat terjaga. Dan hutan yang lestari berkontribusi signifikan bagi upaya Indonesia memperbesar simpanan karbon dan mencapai target pengurangan emisis 29% pada 2030.