PRASYARAT IMPLEMENTASI PUG PERHUTANAN SOSIAL

PRASYARAT IMPLEMENTASI PUG PERHUTANAN SOSIAL

Pengarusutamana gender atau sering disingkat PUG merupakan strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia. Melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Ada 9 prasyarat untuk terlaksananya PUG dalam Program Perhutanan Sosial, dimana ada 4 syarat yang sudah terpenuhi, antara lain adalah :

  • Kemauan politik sudha terpenuhi dengan adanya Memorandum of Understanding (MoU) Kemenhut dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor NK. 13/Menhhut-II/2011 dan Nomor 30/MPP-PA/D.I/08/2011 tentang Peningkatan Efektivitas PUG di Bidang Kehutanan pada tanggal 3 Agustus 2011.
  • Kerangka kerja kebijakan sudah terpenuhi, terdapat peraturan pedoman perencanaan dan penganggaran responsif gender melalui Permenhut Nomor P.65/Menhut-II/2011, SK Menhut Nomor SK.528/Menhut-II/Peg/2004 tentang Panduan Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan Kehutanan, Pedoman Monitoring dan evaluasi Anggaran Responsif Gender dan Pedoman data terpilah.
  • Kelembagaan sudah terpenuhi dengan adanya pokja PUG pada Ditjen PSKL yakni SK Dirjen PSKL Nomor 32/PSKL/SET/REN.3/5/2016.
  • Sumber Daya Manusia yang peka gender masih minim
  • Dana yang cukup dan responsif gender belum terpenuhi
  • Data pilah gender tidak tersedia
  • Indikator gender tidak ada
  • Kerangka konseptual tidak ada
  • Alat analisa gender sebenarnya sudah ada, yaitu gender analysis pathway (GAP) dan kemudian dinyatakan dalam bentuk gender budget statement (GBS) akan tetapi tidak dilakukan.

Dalam implementasi PUG Perhutanan sosial masih terdapat kendala, yaitu :

  • Tak memadainya pemahaman terhadap konsep dan dimensi dari PUG itu sendiri
  • Anggota kelompok kerja dalam lembaga perumus kebijakan mengalami kebuntutan untuk memobilisasi dan mengelola pengetahuan serta skill atas PUG ke dalam sebuha jaringan efektif
  • Tidak tersedianya data terpilah dan sistem monitoring dan evaluasi sebagai basis untuk melihat adanya ketimpangan dan ketidakadilan gender di sektor kehutanan
  • Kurangnya political will para pengambil kebijakan mengenai komitmen dan pengertian terhadap PUG
  • Kebijakan PUG yang masih konseptual dan belum implementatif, kurangnya sosialisasi dan pelembagaan PUG
  • Adanya anggapan bahwa ada hal yang lebih penting dan besar lagi permasalahannya dibanding mempermasalahkan PUG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *