Peran Perempuan Dalam Perhutanan Sosial

Peran Perempuan Dalam Perhutanan Sosial

Dalam Acara Temu Pimimpin Perempuan “Memperkuat Gerakan Perjuangan Keadilan dan Kesetaraan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Indonesia” yang diselenggarakan pada tangal 21 April 2018 di Palembang sekaligus merayakan Hari Kartini dan Hari Bumi. Wakil Ketua Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja-PPS), Dr. Syafrul Yunardy, S.Hut., M.E berkesempatan hadir sebagai salah satu narasumber. Dalam acara tersebut Dr. Syafrul Yunardy, S.Hut., M.E menjelaskan tentang peranan perempuan dalam perhutanan sosial.

Gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari perubahan keadaan sosial dan budaya masyarakat. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Maka perempuan diharapkan dapat ikut serta secara aktif berkiprah dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Jadi bukan berarti memberikan pengecualian ataupun kuota, khususnya kepada perempuan. Strategi yang harus ditempuh agar kebijakan pembangunan nasional responsif gender adalah melalui pengarusutamaan gender.

Dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Dalam rangka mendorong, mengefekttifkan, serta mengoptimalkan upaya pengarusutamaangender secara terpadu dan terkoordinasi guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Dalam soal manfaat dari proyek REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and land Degradatioan), preferensi lelaki dan perempuan berbeda. Lelaki cenderung pada inisiatif uang, sementara perempuan lebih pada manfaat non-uang (di Indonesia, Tanzania, dan Peru). Ada korelasi antara peningkatan partisipasi perempuan dan distribusi manfaat lebih adil. Menemukan dominasi lelaki dalam berbagai tahap pengambilan keputusan karena masyarakat terutama laki-laki yang terlibat dalam keputusan terkait REDD+ lebih mengharapkan distribusi manfaat. Laki-laki lebih aktif dalam mendapatkan informasi REDD+ dan keterlibatan pada proses pengambilan keputusan jenis manfaat yang akan didistribusikan serta bagaimana membagikannya. Namun peningkatan jumlah perempuan dalam peran pengambilan keputusan memberikan hasil yang baik bagi kondisi hutan. Saat ini masih ada ketimpangan akses perempuan terhadap sumber daya hutan. Dalam mendapatkan akses atas lahan dan sumberdaya hutan, permepuan adat dan komunitas lokal memperolehnya dari para pihak yang memiliki kontrol melalui berbagai mekanisme, proses dan relasi sosial. Dengan demikian perjuangan perempuan adat dan perempuan komunitas lokal adalah perjuangan untuk membuat diri dan kelompoknya diakui keberadaannya, dolindungi dan diakui juga hak-haknya serta dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan semua tingkatan.

Sebenarnya dalam hal ini sangatlah tepat bila perempuan mempunyai peran yang sangat besar dalam merawat dan menjaga bumi, karena bumi dan perempuan dapat memberikan kedamaian dan kesejahteraan. Kementerian LHK menyadari dan mengakui sepenuhnya bahwa bagi perempuan, hutan dan lahan tidak hanya bernilai ekonomis. Namun, bagi perempuan hutan dan lahan memiliki makna yang lebih luas karena memiliki nilai sosial, budaya, dan merupakan bagian dari eksistensi kehidupan perempuan. Kemlompok perempuan diyakini memiliki pemahaman yang kat disektor Sumber Daya Alam (SDA), dan sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan mensejahterakan. Namun seringkali pengetahuan dan pengalamannya tidak dijadikan sebagai referensi dan pertimbangan dalam berbagai proses tata kelola dan pengambilan keputusan terkait soal tanah lahan termasuk hak perempuan atas tanah.

Di KLHK kebijakan pengarusutamaan gender sudah terlihat mulai dari penyusunan kebijakan sampai pada implementasi kebijakan di lapangan. Pada kebijakan Perhutanan sosial misalnya telah menyebutkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh hak akses kelola perhutanan sosial. Jika dalam praktek masih ada perbedaan, kita akan mengadakan program perhutanan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *